Makalah Pelatihan Meningkatkan Status Kesehatan Psikologis Penderita Diabetes Melitus

I. Pendahuluan 


1.1 Latar Belakang 

Penyakit kronis merupakan kondisi yang diderita sepanjang umur oleh individu. Kondisi ini memerlukan perhatian baik dari segi medis dan psikologis. Penanganan untuk mencegah munculnya komplikasi dan semakin parahnya kondisi penderita diperlukan. Selain penanganan dari berbagai sisi, penderita juga perlu untuk memanajemen diri. Manajemen diri menjadi sebuah pendekatan yang penting untuk mengelola kondisi sakit, mencegah munculnya komplikasi dan meningkatkan kesejahteraan penderita penyakit kronis. (Grady & Gough, 2014).

Manajemen diri pada penderita penyakit kronis mengacu pada kemampuan untuk mengendalikan emosi, mengurangi resiko dan mengendalikan perilaku sepanjang penyakit tersebut diderita. Dalam memanajemen diri, penderitamemerlukanbeberapaketrampilanmanajemendirisepertipemecahan masalah, pembuatan keputusan yang berhubungan dengan perubahan yang terjadi akibat dari penyakit yang diderita. Pemanfaatan sumber daya sekitar yang dapat menunjang proses manajemen diri, seperti mendapatkan dukungan dari keluarga, dukungan sosial yang cukup serta akses pada fasilitas kesehatan yang memadai. Menjalin hubungan dengan tenaga kesehatan disaat yang diperlukan, seperti pemeriksaan kesehatan rutin dalam jangka waktu tertentu. Ketrampilan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan berkaitan dengan manajemen diri yang telah dipelajari, seperti pengambilan keputusan saat sulit, sikap hidup sehat pada saat tidak ada tekanan. Serta ketrampilan untuk membuat rencana aktivitas untuk memanajemen diri.

Banyak penelitian mengungkapkan penderita penyakit kronis tidak dapat memanajemen diri dengan baik. Self Manajemen membantu penderita penyakit kronis yang baru saja didiagnosa untuk mengubah pemahaman terhadap penyakitnya dan mengubah gaya hidup yangsalah,(Arundel,Cradock, TC, & Graham, 2003). Dengan melaksanakan manajemen diri, seseorang belajar untuk mengendalikan diri. Pengendalian diri yang diharapkan berupa pengendalian terhadap pola makan, olahraga dan pengobatan. Horne & Weinman, 2002, menyatakan bahwa manajemen diri membantu penderita penyakit kronis untuk mengubah pemahaman terhadap penyakit sehingga penderita memiliki regulasi diri yang tinggi untuk patuh terhadap perawatan yang diberikan. Pada penderita penyakit kronis, selain untuk mengelola pola perawatan, dan meningkatkan regulasi diri banyak hal yang akan diterima sebagai dampak positif. Seperti menurunnya asupan makanan yang tidak sehat dan meningkatnya aktivitas fisik (Clark, 2002).

1.2 Jenis Pengembangan Model 

Jenis pengembangan model pelatihan ini adalah pengembangan pelatihan manajemen diri penderita diabetes dengan penerapan metode role play sehingga penderita dapat meningkatkan status kesehatan psikologis dan mengelola diri dengan baik demi tercapainya kesehatan jangka panjang.

1.3 Tujuan 

Pengembangan model pelatihan manajemen diri penderita diabetes mellitus inidikembangkanuntukmembantupenderitadiabetesmeningkatkanstatus kesehatan psikologis. Dimana ketrampilan dalam manajemen diri penderita diabetes dipegaruhi oleh berbagai macam hal seperti stress, lingkungan, penerimaan diri penderita terhadap penyakit, kecemasan, pengelolaan aktivitas dan pola hidup sehat serta pengenalan terhadap penyakit sehingga diperlukan suatu bentu penanganan untuk meningkatkannya.

II. Manajemen Diri Penderita Diabetes


2.1 Manajemen Diri


Manajemen diri mengacu pada pendekatan behavioral. Berdasarkan pendekatan behavioral, manajemen diri merupakan istilah yang menggantikan pengendalian diri. Manajemen diri dilakukan oleh individu untuk membentuk perilaku alternatif dalam mengatasi situasi tertentu. Perilaku dan tercapainya perasaan puas yang dikendalikan oleh individu, merupakan objek yang berperan dalam manajemen diri(Cooper,Heron,&Heward,2007). Proses berlangsungnya manajemen diri pada individu menerapkan konsep operan (Newman et al., 1995). Pada prinsip operan, perilaku muncul karena adanya penguatan yang muncul setelah respon terbentuk (McLeod, 2015).

Manajemen diri mengacu pada seperangkat tugas yang diberikan kepada penderita penyakit kronis untuk mengelola penyakit yang diderita agar tidak semakin memburuk. Manajemen diri mengacu pada keampuan yang dimiliki penderita penyakit kronis untuk mengelola penyakit, menyesuaikan diri dengan perubahan baik secara fisik emosional serta dapat berhubugan baik dengan sekitar(Grady, Daley, &Gough, 2014). Hal yang utama untuk meningkatkan manajemen diri adalah hubungan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan, teman, masyarakat, dan klien keluarga. (Foster, Taylor, Eldridge, Ramsay, & Griffiths, 2007). Keluarga merupakan sumber dukungan yang penting bagi orang-orang dengan kondisi kronis. Penderita dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi memerlukan dukungan sekitar yang lebih besar untuk meningkatkan pengelolaan diri dan kontrol yang lebih baik atas kondisi mereka (DiMatteo, 2004)). Pada penderita penyakit kronis, manajemen diri memiliki tiga fungsi utama yaitu untuk mengelola pengobatan, mengelola perilaku dan mengelola emosi (Lorig & Holman, 2003).

2.2 Status Kesehatan Psikologis Penderita Diabetes Melitus

Diagnosis diabetes melitus yang dimiliki seseorang menyebabkan dampak psikologis. Penyesuaian individu dengan tekanan psikologis ini sangat penting. Perlunya penyesuaian positif di mana individu menerima diagnosis dan kebutuhan untuk perubahan gaya hidup. Penderita perlu mengadopsi strategi coping yang berkontribusi positif terhadap pengelolaan kondisi mereka agar dapat menjalankan manajemen diri dengan baik. Pengaruh yang diberikan dapat menjadi positif dengan semakin meningkatkan keterampilan manajemen diri, namun juga menjadi sebaliknya. Diantaranya adalah pemahaman mengenai penyakit, berhubungan dengan manajemen diri penderita penyakit kronis. Rendahnya literatur kesehatan berpengaruh pada rendahnya pemahaman penderita terhadap penyakit yang diderita dan proses manajemen diri yang dilakukan. Selain itu, literatur kesehatan juga meningkatkan efikasi diri sehingga kemampuan manajemen diri pasien meningkat (MacKey et al., 2016).

Kemampuan seorang penderita DM memanajemen diri, sesuai dengan karakteristik psikologis secara personal. Karakteristik personal meliputi:
  • a. beban penerimaan penyakit yaitu penerimaan penderita akan pengelolaan penyakit serta resiko komplikasi yang muncul yang berlangsung sepanjang hidup, 
  • b. efikasi diri merupakan keyakinan akan menilai keberhasila pengelolaan yang dilakukan dan menjadi salah satu prediktor perubahan perilaku, 
  • c. kemampuan coping merupakan kemampuan yang dimiliki penderita DM untuk mengatasi kondisi stress dan tetap mengelola diri dengan baik, 
  • d. aktifitas fisik, terkait dengan pengelolaan aktivitas yang dilakukan sehari-hari serta pola istirahat yang dilakukan, 
  • e. dukungan sosial terakit dengan kuantitas dukungan social yang diterima dari lingkungan sekitar, 
  • f. kecemasan merupakan gejala psikologis yang muncul pada penderita DM dimana penderita terlalu khawatir akan kondisi dirinya dan kemungkinan komplikasi sehingga muncul rasa takut dan mempengaruhi pola hidup sehat dan pengelolaan yang dilakukan, dan 
  • g. gejala depresi yang terkait dengan keyakinan dan perasaan dalam mengelola DM sepanjang hidup dan mempengaruhi perilaku pola hidup sehat (Eikelenboom et al., 2015). 

Secara umum manajemen diri adalah keterlibatan pasien terhadap seluruh aspek dalam penyakit kronis dan implikasinya. Dalam perspektif kesehatan, manajemen diri merupakan sebuah proses dimana penderita mengelola dirinya baik secara pikiran, perasaan dan perilaku untuk mengurangi gejala dari penyakit yang diderita (Ryan & Sawin, 2009). Aspek dalam penyakit kronis meliputi manajemen medis, perubahan peran sosial dan pekerjaan, serta coping stress (Foster, Taylor, Eldridge, Ramsay, & Griffiths, 2007). Manajemen diri penderita DM merupakan manajemen diri penderta terhadap penyakit diabetes untuk mencegah kemungkinan komplikasi. Manajemen diri merupakan proses yang kompleks, bersifat dinamis dan berlangsung pada situasi yang khas, diperlukan dukungan dari professional kesehatan dan keluarga untuk menjaga keberlangsungannya (Moser, Van Der Bruggen, Widdershoven, & Spreeuwenberg, 2008).

Lebih lanjut, pengaturan diri berhubungan dengan bagaimana penderita DM menetapkan tujuan untuk mengelola penyakit kronis, mereka harus mengatur kognisi mereka (misalnya, pikiran tentang rasa sakit), emosi (misalnya, rasa malu dengan mengelola penyakit di sekitar teman), dan perilaku (misalnya, memeriksa glukosa darah), menuju tujuan mencapai kesehatan (Lansing & Berg, 2014). Pengelolaan emosi pada penderita DM tidak berdampak langsung pada penyesuaian diri, namun mereka yang memiliki pengendalian emosi rendah cenderung menghindari manajemen perawatan untuk diabetes, hingga muncul gejala-gejala lain (Thoolen, De Ridder, Bensing, Gorter, & Rutten, 2008).

Pada penderita DM, penerapan Manajemen diri mencakup pada beberapa hal diantaranya adalah mengelola pola makan, akifitas fisik, emosi dan psikososial, dan kendali gula darah (American Association of Diabetes Educators, 2009). Pengelolaan pola makan meliputi kegiatan menghitung jumlah karbohidrat yang masuk, menimbang konsumsi gula,prosentasi kandungan lemak yang masuk dan melaksanakan diet. Jumlah kandungan makanan yang masuk dalam tubuh akan mempengaruhi produksi gula darah. Beberapa makanan dengan kadar gula yang tinggi seperti minuman dalam kemasan, susu dengan perasa dan jus buah dapat meningkatkan kadar gula darah, sedangkan air putih dan teh atau kopi tanpa gula dapat menjadi alternative minuman untuk mengendalikan gula darah (O’Connor et al., 2015).

Pengelolaan aktivitas fisik, yang didalamnya mencakup jenis aktivitas apa saja yang bisa dilakukan dengan mudah, manfaat yang diperoleh dari aktivitas fisik, serta komitmen yang dilakukan berhubungan dengan aktivitas fisik, (Mertig, 2012). Aktifitas fisik yang memiliki manfaat cukup besar untuk mengelola energi, mengendalikan gula darah serta mencegah terjadinya komplikasi adalah berjalan dan senam kaki. Gerakan pada kaki penderita DM, baik dilakukan karena pada saat kondisi gula darah naik (hiperglikemia) akan mempengaruhi sistem syaraf pada kaki, bahkan merusak jaringan di kaki sehingga penderita merasakan kebas, aliran darah tidak lancer, apabila terluka sulit disembuhkan bahkan ada resiko amputasi (Francia, Gulisano, Anichini, & Seghieri, 2014). Pengelolaan emosi dan gejala psikologis didalamnya termasuk pengelolaan stress. Stress merupakan salah satu faktor yang membuat kondisi gula darah menjadi naik atau turun secara drastis, karena stress mempengaruhi sistem metabolism tubuh. Ketika seorang penderita DM stress maka akan memproduksi hormon kortisol yang dapat memicu kenaikan gula darah (Falco et al., 2015).

2.3 Manfaat Status Kesehatan Psikologis terhadap Manajemen Diri 

Manajemen diri penting dilakukan bagi penderita penyakit kronis, dalam hal ini adalah penderita diabetes mellitus. Dengan manajemen diri yang baik, selain memiliki kendali yang baik pula terhadap konsumsi makanan dan gaya hidup yang lebih sehat akan berdampak pula pada peningkatan kualitas hidup penderita diabetes ((Nagelkerk, Reick, & Meengs, 2006). Penerimaan terhadap beban penyakit serta pengetahuan yang baik akan konsekuensi jangka Panjang berdampak pada ketrampilan dan motivasi penderita dalam menjalankan manajemen diri. Penderita yang memiliki pengetahuan yang baik akan penyakitnya, memiliki kemampuan yang baik pula memprediksi keberhasilan akan pola hidup yang dijalani.

III. Pelatihan Manajemen Diri Penderita Diabetes Melitus 

3.1 Dasar Teori 

Pelatihan yang diberikan untuk mebantu klien meningkatkan ketrampilan pemecahan masalah. Dalam pelatihan ini digunakan teknik role play dan modelling. Dari teknik modelling, individu menjadi pengamat yang akan mempelajari perilaku dari model. Perilaku tersebut merupakan perilaku yang adaptif dan menjadi target dari terapi. Dari pengamatan tersebut, individu akan belajar melakukan perilaku yang lebih adaptif(Miltenberger, 2008). Dalam proses memanajemen diri, penderita penyakit kronis memerlukan beberapa ketrampilan seperti pemecahan masalah yang diperoleh dengan menerapkan kegiatan behavior (Rotheram-Borus, Ingram, Swendeman, & Lee, 2012).

Perilaku dapat dipelajari melalui periaku orang lain. Dalam penelitian ini, diberikan sharing behavior atau belajar sosial. Menurut perspektif belajar sosial, perubahan perilku dapat terjadi melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain. Perilaku yang diubah, dapat diperoleh dengan proses imitasi atau modelling dari objek yang diamati (Miltenberger, 2008). Ada tiga bentuk belajar dari pengamatan yaitu a. model nyata yang mencontohkan perilaku konkrit, b. model instruksi verbal, model memberikan petunjuk dan prosedur perilaku dan, c. model simbolik, dimana perilaku yang diubah ditunjukkan oleh model fiksi. Dengan adanya dukungan dan sharing permasalahan yang diberikan dalam kegiatan meningkatkan efikasi diri dan kepercayaan diri klien yang lain dalam menyelesaian permasalahan yang dihadapi (Marino, Raue, & Axoupoulos, 2008)

3.2 Tujuan 


Tujuan Umum 
Tujuan umum dari PMD ini adalah untuk meningkatkan manajemen diri.

Tujuan Khusus 
Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kemampuan penderita diabetes mellitus dalam memahamiperkembanganpenyakitsertabentukpenangananyangtersedia.
  2. Meningkatkan kemampuan penderita DM untuk beradaptasi dengan kondisi kesehatan serta lebih peka terhadap perubahan yang muncul terkait kondisi kesehatannya.
  3. Meningkatkankemampuanuntukmembuatkopingyangsehat,penyelesaian masalah yang sehat dalam menghadapi isu dari lingkungan.
  4. Meningkatkankemampuanuntukberkomitmenmerubahperilakudan memiliki gaya hidup yang lebih sehat. 5. Memberikan pemahaman kepada penderita diabetes mellitus tentang pentingnya mencegah komplikasi terjadi.

3.3 Sasaran 

Sasaran kegiatan adalah penderita Diabetes Melitus yang sedang menjalani proses perawatan dan memiliki manajemen diri yang buruk terhadap perawatan diabetes.


3.4 Pengguna 

Modul kegiatan ini dapat digunakan oleh terapis di bidang kesehatan maupun orang yang telah mendapatkan pelatihan terapi perilaku.


3.5 Waktu 

Kegiatan berbasis manajemen diri ini dilakukan dalam waktu 10 kali pertemuan. Pertemuan dilaksanakan tiga kali dalam satu minggu. Pada setiap pertemuan memiliki rentang waktu sekitar 60 hingga 90 menit.

3.6 Terapis dan Klien 

Pelatihan Manajemen Diri ini dilakukan secara individual dengan pertimbangan kenyamanan dan keterbukaan klien untuk melaksanakan kegiatan. Selainitu, pemberianpelatihansecaraindividualdinilailebihefektifkarena semua materi akan diterima secara komperhensif oleh klien.

3.7 Posisi Kegiatan

IV. Prosedur Pelaksanaan


Pelaksanaan kegiatan terdiri dari empat bagian yang akan berlangsung sepanjang 10 sesi. pada setiap bagian merupakan tahapan yang harus dilewati oleh klien dan terapis. pada setiap tahap terdapat target yang hendak dicapai. Pencapaian target akan menentukan keberhasilan dan kefektifan kegiatan yang dilakukan. Empat tahap yang dilakukan diantaranya adalah a. perkenalan dan transisi b. peningkatan ketrampilan manajemen diri c. evaluasi dan follow-up. Pelaksanaan kegiatan dijelaskan dalam uraian sesi berikut:

Sesi 1: Perkenalan.
Pada sesi pertama tujuan dari kegiatan adalah membantu klien untuk: (1) mengenal dan beinteraksi lebih dekat dengan klien (2) membangun harapan yang ingin dicapai pada aktivitas kegiatan yang dilakukan,
Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report
Waktu : 90 Menit

Pembukaan
Klien mendapatkan penjelasan dari terapis mengenai kegiatan pada hari pertama. Selanjutnya terapis menyampaikan tujuan dan prosedur kegiatan yang meliputi jumlah sesi berlangsung, hal yang diperlukan, serta peran dari pihak terkait yang diperlukan dari kegiatan ini.

“Selamat pagi/siang/sore. Saya adalah (nama), dari (asal institusi) disini saya mengajak Bapak/Ibu untuk mengikuti kegiatan berkaitan dengan pengelolan diri terhadap Diabetes Melitus. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Diabetes Melitus merupakan penyakit yang dibawa seumur hidup. Dalam merawat diri, tentunya banyak sekali kendala yang mungkin muncul. Karena halangan tersebt, tidak jarang jadi lupa minum obat, makan yang tidak terkendali. Oleh karena itu kita perlu mengelola diri dengan baik,agar kondisi terus stabil. Mengelola disini dapat diartikan ada hal-hal yang harus dikendalikan, ada hal yang harus ditingkatkan. Maka dari itu saya mengajak untuk mengikuti kegiatan ini yang bertujuan untuk menambah pengetahuan serta ketrampilan dalam pengelolan diri DM. kegiatan ini akan dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan, dimana dalam satu kali pertemuan akan kita laksanakan dalam waktu 90 menit.”

Persiapan
Klien diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan hal yang hendak disampaikan. Terapis kemudian memastikan kesiapan klien untuk mengikuti sesi terapi. Klien menyiapkan alat tulis yang diperlukan.
“Baik, sejauh ini apakah ada pertanyaan yang ingin Bapak/Ibu sampaikan? Apakah ada yang ingin ke kamar mandi, saya persilahkan. Baik, apakah Bapak/Ibu sudah siap melaksanakan kegiatan ini?”

Kegiatan Inti
Perkenalan antar klien. Proses perkenaalan dimulai dari terapis, kemudian dilanjutkan oleh klien. Perkenalan dimulai dengan menyebutkan: nama, asal daerah, hobi, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai. Kegiatan dilanjutkan dengan penjelasan prosedur kegiatan. Selain itu penekanan mengenai kerahasiaan proses kegiatan juga dibahas dalam tahap ini.

“Kegiatan ini terdiri dari beberapa bagian yang berurutan sehingga akan lebih maksimal bagi klien untuk mengikuti rangkaian kegiatan dari awal hingga akhir. Hal yang dibahas tidak akan dibicarakan diluar kegiatan, sehingga kerasahasiaan terjaga. Baik, apakah sejauh ini ada pertanyaan?” “Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pemahaman dan keterampilan dalam pengelolaan diri DM. pengelolaan diri itu sendiri merupakan serangkaian aktivitas untuk menyesuaikan diri dalam perawatan DM. Dalam melaksanakan pengelolaan diri, tentunya Bapak/Ibu mengalami hambatan atau kendala. Bisa diceritakan, kendala apa saja yang dialami dalam proses pengelolaan diri? Serta bagaimana dampaknya pada kondisi kesehatan Bapak/Ibu?” 

Terapis mengeksplorasi permasalahan klien dalam menjalankan manajemen diri. klien menyampaikan permasalahan berkaitan dengan manajemen diri yang dilakukan sepanjang menderita DM. Klien juga menjelaskan kendala yang muncul dalam menjalankan manajemen diri. Selanjutnya, klien dibantu oleh terapis menyampaikan akibat yang diterima berhubungan perilaku maladaptif yang muncul. Terapis dan klien menyelaraskan tujuan kegiatan dan harapan. Klien mengungkapkan harapan yang ingin dicapai dalam mengikut kegiatan.

Penutup
Setelah mendiskusikan perilaku maladatif dan akibat yang muncul, klien Bersama terapis kemudian menentukan target perilaku yang ingin diubah. Target perilaku berhubungan dengan manajemen diri. Klien menyampaikan komitmen untuk berubah. 
”Dari dampak yang muncul tersebut, jadi apakah Bapak/Ibu bersedia untuk mengubahnya menjadi lebih positif? (klien menjawab). Baik, kalau begitu pada pertemuan berikutnya kita akan membahas tentang Diabetes Melitus.”

Terminasi
Terapis menutup kegiatan dengan mempersilahkan klien menyampaikan kesan yang dirasakan dalam pertemuan pertama.
“Bapak/Ibu, tadi kita telah membahas mengenai pengelolaan diri dan kendala serta dampaknya bagi kesehatan. Dari apa yang kita bahas tadi, bagaimanakan kesan Bapak/Ibu pada kegiatan kita hari ini?”

Sesi 2: Pola hidup dan perkembangan penyakit. Tujuan yang ingin dicapai pada sesi 2 adalah untuk memberikan gambaran mengenai berkembangnya penyakit diabetes mellitus serta hal yang dikelola selama menderita DM. Klien juga mendapatkan materi mengenai perkembangan penyakit DM yang dapat berkembang melalui gaya hidup tidak sehat. Dengan diberikan materi mengenai perkembangan penyakit, diharapkan klien memahami proses perkembangan penyakit dan mulai beradaptasi dengan kondisi yang dialami. Materi juga berisi berbagai jenis perilaku yang sering kali dilakukan sehingga menyebabkan penyakit tersebut muncul, pola hidup yang tidak sehat serta kebiasaan yang dilakukan sehari-hari.

Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report
Waktu : 90 Menit

Pembukaan
Klien mendapatkan penjelasan dari terapis mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan pada sesi ini. Klien menyatakan kesiapan dalam melaksanakan kegiatan. Klien juga diperbolehkan untuk mengajukan pertanyaan. Terapis membagikan kartu yang digunakan untuk klien menuliskan perilaku yang telah menjadi kebiasaan sehingga muncul penyakit Diabetes Melitus.

“Selamat pagi/siang/sore...bagaimanakah kabar Bapak/Ibu? Tetap semangat mengikuti kegiatan ya? Sebelum kegiatan kita mulai, mungkin ada dari Bapak/Ibu ingin ke kamar mandi? Baik, pada pertemuan sebelumnya kita telah sedikit membahas mengenai pengelolaan diri. Mungkin Bapak/Ibu bisa menjelaskan tentang pengelolaan diri DM? (klien bercerita). Ya baik sekali. Pada kegiatan kali ini kita akan mulai dengan mengenal DM dengan mengetahui apakah itu DM, penyebab, serta gejala gejala yang muncul”

Kegiatan inti
Klien mendapatkan materi berupa video mengenai pola hidup yang tidak sehat sehingga bisa menyebabkan munculnya penyakit diabetes melitus. Selain itu terapis menjelaskan materi mengenai perilaku-perilaku yang telah menjadi kebiasaan sehingga menambah resiko munculnya DM. Dalam materi ini perilaku seperti pola makan yang tidak teratur, kurang beristirahat, terlalu banyak mengkonsumsi minuman dengan pemanis serta kurang aktivitas fisik menjadi beberpa contoh perilaku yang meningkatkan resiko DM.

“Nah, Bapak/Ibu kita tadi telah menyaksikan video tentang DM. Jadi, apa itu DM menurut Bapak/Ibu? (klien menjawab). Ya betul sekali. DM sendiri dibagi menjadi tiga jenis, ada DM tipe 1, DM tipe 2 dan Gestasional. Penyebab dari DM bermacam-macam, diantaranya adalah faktor keturunan. Penyebab yang lain diantaranya adalah pola makan yang tidak sehat, terlalu banyak gula, kurang aktifitas, kurang istirahat. Kemudian, DM memiliki gejala-gejala diataranya seperti sering merasa haus, berat badan turun dengan drastis dan lain sebagainya” 

Klien diijinkan untuk mengajukan pertanyaan. Pada kegiatan ini, klien diminta menuliskan diabetes mellitus dalam perspektif diri sendiri. Selain itu, klien juga diminta untuk menyebutkan gejala DM yang dialami serta penyebab munculnya DM pada peserta. Kegiatan selanjutnya adalah terapis dan klien mengeksplorasi penyebab munculnya DM dengan menuliskan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan pola hidup tidak sehat dan sering dilakukan. Form tersedia (Form A).

“Bapak/Ibu, kita tadi telah membahas sedikit mengenai video yang sudah kita lihat. Kali ini, kegiatan kita lanjutkan dengan mengisi form yang sudah saya sediakan. Form ini berisi tentang pengertian DM sesuai dengan persepsi atau pendapat Bapak/Ibu. Selanjutnya ada gejala DM yang Bapak/Ibu rasakan serta penyebab munculnya DM, pengelolaan diri yang dilakukan serta kendala-kendala yang ada pada Bapak/Ibu. Apakah ada pertanyaan?” (klien mengisi form yang telah disediakan) “Setelah Bapak/Ibu mengisi form, mari kita diskusikan. Saya ingin Bapak/Ibu menyampaikan persepsi tentang DM, penyebab dan gejala yang muncul yang telah dituliskan”.

Kegiatan berlanjut dengan klien menceritakan tentang perawatan diri yangsudahdilakukan. Dalamkegiataniniklienmenceritakanbeberapahal yang meliputi perawatan yang dijalankan dalam: mengatur pola makan, kegiatan fisik yang dilakukan, monitoring, penggunaan obat, pemecahan masalah, koping yang sehat serta pencegahan terjadinya komplikasi. Hal ini bertujuan agar penderita DM mengenali dan mulai peka dengan kondisi tubuh. Terapis memberikan tanggapan atas hasil yang telah dIbuat.

“Tadi Bapak/Ibu telah membacakan pendapat mengenai DM serta penyebab dan gejala yang dialami. Nah, dari hasil tadi kita dapat merangkum adanya penyebab diantaranya adalah.........sedangkan gejala yang dirasakan diantaranya......... baik. Sepanjang Bapak/Ibu didiagnosa DM, tentunya Bapak Ibu mulai melakukan pengelolaan diri, menyesuaikan pola hidup dengan kondisi kesehatan. Baik, pengelolaan diri yang telah dilakukan apa saja? Dan apakah kendala serta dampaknya bagi kondisi Bapak/Ibu?”

(klien menceritakan pengelolaan diri) “Setelah Bapak/Ibu sekalian menyampaikan apa yang telah dituliskan mengenai pengelolaan diri, mungkin Bapak/Ibu menyimpulkan apa saja yang menjadi kendala utama dalam melaksanakan pengelolaan diri? (klien menjawab)”

Penutup
Terapis menyimpulkan kegiatan yang telah dilaksanakan pada hari tersebut. Terapis meminta kepada klien untuk menyebutkan manfaat dalam pertemuan tersebut. “Hari ini, kita telah sama-sama belajar mengenai DM mulai dari pengertian hingga dampak apabila tidak mengelola diri dengan baik. Dari sudurt pandang Bapak/Ibu kesimpulan apa yang dapat ditarik dalam pertemuan ini”

Terminasi
Terapis memberikan kata-kata motivasi kepada klien. Terapis bersamasama dengan klien mengucapkan “kita bisa, hidup sehat dan bahagia!” sebagai motivasi bersama. Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan.
“Baik, salah satu kendala dalam melaksanakan pengelolaan diri adalah emosi yang naik dan turun sehingga berdampak pada perilaku. Pada pertemuan berikutnya kita akan bahas bagaimana keterkaitan antara pikiran, perasaan dan perilaku kaitannya dengan pengelolaan diri dan perilaku sehat. Kegiatan akan kita laksanakan di.... Pada pukul.......”

Sesi 3: Permasalahan psikososial dan emosi. Tujuan yang ingin dicapai pada sesi 3 adalah membantu klien untuk dapat mendeskripsikan permasalahan psikososial serta fokus mereka dalam mengelola kesehatan. Dalam kegiatan ini juga terfokus pada bagaimana klien mengungkapkan perasaan mereka terhadap penyakit yang diderita. Penting bagi klien memiliki emosi yang stabil dalam menjalankan manajemen diri. Tujuan lain adalah membantu klien dalam mengubah gaya hidup serta koping yang lebih sehat.
Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report
Waktu : 90 Menit

Persiapan
Klien menyatakan kesiapan. Jika diperlukan maka diperbolehkan untuk ke kamar mandi sebelum kegiatan dimulai. Terapis mengeskplorasi keadaan klien. Klien mendapatkan penjelasan mengenai prosedur kegiatan serta target yang hendak dicapai. Pada kegiatan ini target yang hendak dicapai adalah klien memahami dan mampu memahami permasalahan psikologis yang muncul dan koping yang lebih sehat.

“Selamat pagi/siang/sore Bapak Ibu. Bagaimana dengan hari ini? Tetap semangat ya? saya ingin tahu, Bapak/Ibu untuk menceritakan kegiatan kita sebelumnya. Ya baik, kita telah melaksanakan kegiatan sebelumnya berupa pengenalan DM. kali ini kita akan mebahas mengenai salah satu kendala pengelolaan diri yaitu tentang stress serta kaitannya dengan pengelolaan diri.”

Kegiatan inti
Kegiatandimulaidenganpenjelasanmengenaistress(materiterlampir), pengertian stress, hubungan antara pikiran, perasaan dan perilaku. Selain itu klien juga mendapatkan penjelasan mengenai perilaku apa saja yang muncul terkait stress dan pengeloaan diri. Selanjutnya terapis memberikan penjelasan mengenai cara mengatasi stress, coping yang sehat serta manfaatnya.

“Baik Bapak/Ibu sekaian kali ini kita akan sama sama menambah pengetahuan tentang stress. Sebelum saya mulai, apakah stress itu? (melempar pertanyaan pada klien). Ya stress merupakan respon adanya tekanan dari luar diri kita. Respon tersebut bisa saja memiliki dampak yang baik, sejauh respon dan tekanan yang diterima masih dalam batas wajar. Ketika tekanan terlalu besar, dan diri kurang mampu meberikan respon yang sesuai maka dapat berakibat buruk baik secara fisik maupun mental. Jadi begini alurnya, ketika ada tekanan dari luar atau stressor, maka akan diterim oleh otak dan kita mulai berpikir, muncul pikiran-pikiran negative terhadap stressor tersebut. Kemudian, dari pikiran akan mempengaruhi perasaan. Jadi ketika pikiran negative, misalnya saya takut dengan jarum suntik, ketika dihadapkan dengan jarum suntik saya menjadi muncul perasaan cemas, takut, ingin menangis. Nah perilaku yang muncul, karena melihat jarum suntik akhirnya saya lari, atau bersembunyi. Sejauh ini ada pertanyaan? Kalau dari Bapak/Ibu sendiri bagaimana? (terapis kemudian memberi contoh berdasarkan cerita klien).”

Klien mendapatkan penjelasan bahwa perasaan negative yang dimiliki tersebut akan berdampak pada kondisi kesehatan. Dalam menjalankan perawatan, koping yang tidak sehat ketika kondisi stress juga berdampak pada kondisi penyakit. Selain itu, kondisi penderita juga akan berpengaruh terhadap hubungan dengan lingkungan, misalnya keluarga. Klien juga mendapatkan penjelasan mengenai perasaan yang dirasakan adalah hal yang umum terjadi pada penderita DM.

“Nah kita telah mendengar cerita dari Bapak/Ibu. Dari cerita tersebut, ketika dalam kondisi stress tentunya berpengaruh dengan kondisi fisik dan mental kita. Misalnya ketika stress, detak jantung meningkat kita jadi mudah deg deg an. Selain itu, metabolism yang menjadi lebih cepat akan menyebabkan sering buang air besar atau bahkan tidak sama sekali. Lalu, bagaimana kita bisa mengatasi stress dengan cara-cra yang lebih aman dan sehat? Kita bisa mengatasi dengan berjalan-jalan, melakukan aktivitas yang menyenangkan, menonton tayangan humor misalnya. Dan ada satu cara yang sederhana dan bisa kita lakukan. Yaitu dengan relaksasi.” 

Kegiatan dilanjutkan dengan memberikan pelatihan relaksasi imagery kepada klien (prosedur relaksasi terlampir). Setelah pemberian pelatihan relaksasi, terapis memberikan pertanyaan mengenai perasaan klien setelah diberikan pelatihan. Kegiatan dilanjutkan dengan pengisisan form. Klien mendapatkan form kegiatan yang berisi perasaan tentang penyakit yang diderita, koping yang dilakukan ketika klien memiliki perasaan negative dan dalam kondisi stress dan, dukungan yang diperlukan dalam menjalankan manajemen diri. Dalam kegiatan ini, terapis membantu klien untuk mengisi apabila terdapat kesulitan (form tersedia, form B).

“Kita tadi telah Bersama-sama berlatih relaksasi dan mengisi form yang telah disediakan. Sekarang, dari form yang disediakan tersebut, ada bagian kondisi stress dan perilaku yang muncul. Mungkin ketika stress, menjadi lebih banyak makan, kurang tidur atau justru tidur terus tana aktivitas apapun. Padahal perilaku tersebut tentunya berdamak pada kondisi fisik terutama kadar gula darah bukan? Nah, untuk mencegah hal tersebut salah satu cara sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan self talk. Jadi kita secara langsung megingatkan diri kita sendiri bahwa ketika perilaku yang tidak dapat dikontrol tersebut muncul, kita bisa mengontrolnya. Mari kita berlatih Bersama-sama.” 

Kegiatan dilanjutkan dengan melatihkan self talk kepada klien sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengingatkan akan kondisi tubuh pada saat berada dalam situasi yang membuat klien cenderung melakukan perilaku maladaptive. Kegiatan dilanjutkan dengan roleplay melakukan selftalk klien. “Self talk meruapakan sebuah metode dimana kita membuat sebuah kalimat untuk mengingatkan kita ketika kita dalam situasi yang penuh tekanan atau kurang mendapatkan dukungan. Jadi untuk mengontrol diri, sekarang coba Bapak/Ibu buat kalimat sederhana yang mudah diingat misalnya “jangan ambil, nanti ingat sakit”. Kalimat itu diucapkan ketika dalam situasi dimana Bapak/Ibu seringkali sulit mengendalikan diri. Mari kita coba (terapis dan klien berlatih self talk).”
Penutup Terapis menyimpulkan kegiatan yang telah dilaksanakan pada hari tersebut. Terapis juga menyampaikan hasil evaluasi.

Terminasi Terapis memberikan kata-kata motivasi pada klien dan meminta untuk memberikan motivasi kepada diri sendiri. Terapis bersama-sama dengan klien mengucapkan “kita bisa, hidup sehat dan bahagia!” sebagai motivasi bersama. Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan.

Sesi 4: Aktivitas fisik dan pola hidup sehat. Tujuan yang ingin dicapai pada sesi 4 adalah klien mendapatkan pemahaman akan pentingnya aktivitas fisik sebagai inti dari manajemen diri. Hal lain yang diharapkan adalah klien memahami sejauh mana aktivitas yang dilakukan dan kebutuhan tubuh untuk beraktivitas. Selain itu, klien juga akan mendapatkan pemahaman mengenai cara pola hidup sehat, pentingnya hal tersebut dilakukan untuk menjaga kadar gula darah dan mencegah munculnya komplikasi.

Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report
Waktu : 90 Menit

Persiapan
Terapis menyampaikan kepada klien bahwa kegiatan ini bertujuanuntuk memberikan pemahaman tentang pentingnya aktifitas fisik. Terapis mengajak klien untuk melakukan peregangan otot sebagai pemanasan dengan diiringi musik. Peregangan otot yang dilakukan adalah peregangan otot tangan, peregangan otot kaki, leher serta pundak.

Kegiatan inti Klien mendapatkan penjelaskan berupa pemutaran video mengenai aktifitas fisik bagi penderita diabetes serta pola hidup sehat. Klien mengidentifikasi perilaku hidup sehat yang dilakukan. Kegiatan dilanjutkan dengan roleplay mengenai kegiatan fisik berupa senam kaki yang ada pada video tersebut.

“Hari ini kita sudah menyaksikan video mengenai pentingnya aktivitas fisik serta contoh aktivitas sederhana yang bisa kita lakukan di rumah. Sekarang mari kita praktikkan senam kaki sederhana seperti yang ada di video tersebut. (terapis bersama-sama klien mempraktikkan senam kaki.). Bapak/Ibu sekalian, kita telah Bersama mempraktikan senam sederhana tadi. Bagaimana pendapat Bapak Ibu sekalian? (klien menjelaskan persepsi terhadap aktivitas yang baru dilakukan)”

Kegiatan dilanjutkan dengan klien mengungkapkan persepsi mereka tentang kegiatan fisik. Klien mendapatkan penjelasan mengenai kegiatan fisik kaitannya dengan kendali berat badan dan gula darah, kegiatan fisik dan kegiatan fisik serta jumlah waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Kegiatan dilanjutkan dengan klien membuat daftar aktivitas fisik yang mungkin dilakukan dalam jangka waktu satu minggu kedepan. Aktivitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan kekuatan fisik. Rencana aktivitas fisik tersebut dapat dilakukan dengan teman maupun keluarga dekat.

“Jadi aktivitas fisik merupakan hal yang penting bagi kesehatan kita. Manfaatnya telah sama-sama kita ketahui. Apa saja manfaatnya bagi tubuh kita? (klien menjawab). Aktifitas fisik yang seharusnya kita lakukan tidak selalu harus kita lakukan sendiri. Kita bisa mengajak pasangan, anak, teman maupun suadara untuk melakukan aktivitas ini. Aktivitas yang dilakukan juga bermacam-macam. Selain olahraga, melakukan hobi juga merupakan aktifitas yang baik bagi kita. Misalnya memasak, jalan kaki bersama pasangan, berkebun, travelling, maupun aktivitas yang menyenangkan yang lain. Karena selain badan kita jadi sehat, pikiran dan perasaan kita juga lebih segar dan positif. Saya ingin tahu apakah hobi Bapak/Ibu? (klien menyebutkan hobinya).”

“Nah, sekarang Bapak/Ibu sudah mendapatkan form yang tersedia? Di form tersebut, Bapak/Ibu mengisikan aktifitas yang menyenangkan bagi Bapak/Ibu. Rencananya aktivitas tersebut akan dilaksanakan dalam jangka waktu berapa kali dalam satu minggu. Dan, ketika rencana tersebut terlaksana dengan baik, maka reward apa yang Bapak/Ibu akan berikan untuk Bapak/Ibu? silahkan diisi. (klien mengisi form yang disediakan. form C).setelah selesai,sayaingin Bapak/Ibu membacakan form yang telah diisi”

Penutup
Klien menyampaikan hasil yang didapat dalam kegiatan ini. Terapis mengevaluasi kelebihan serta kekurangan dalam kegiatan ini.

Terminasi
Terapis memberikan kata-kata motivasi kepada klien dan meminta untuk memberikan motivasi kepada diri sendiri. Terapis bersama-sama dengan klien mengucapkan “Kita bisa, hidup sehat dan bahagia!” sebagai motivasi bersama. Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan. Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan berikutnya.

Sesi 5: Permasalahan manajemen diri. Tujuan yang ingin dicapai pada sesi 5 adalah dapat memahami berbagai hal yang dapat menyebabkan manajemen diri menjadi buruk, kemungkinan munculnya komplikasi. klien mampu mengenali kondisi penyakitnya dan melakukan pencegahan terhadap munculnya komplikasi. Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report Waktu : 90 Menit
Persiapan Terapis melakukan ice breaking dengan mengajak klien untuk melakukan senam otak. Dengan diiringi musik, klien melakukan senam otak agar sebelum dimulai sesi klien merasa nyaman dan tidak tegang, dilanjutkan dengan terapis membuka kegiatan. Klien dipersilahkan untuk ke kamar mandi jika diperlukan dan dilanjutkan dengan menyatakan kesiapan.

“Selamat pagi/siang/sore? bagaimana kabar Bapak/Ibu? masih tetap semangat? Pada pertemuan kemarin, apakah masih ingat kita mebahas tentang apa? (klien menjawab). Ya baik, pada pertemuan kali ini kita membahas mengenai permasalahan tentang pengelolaan diri. Kenapa terkadang mulai muncul perasaan bosan untuk minum obat, mulai tidak teratur dalam menjaga pola makan, dan masih banyak lagi. Sebelum kita memulai kegiatan kita apakah Bapak/Ibu ingin ke kamar mandi? Saya persilahkan terlebih dahulu (menunggu klien yang ingin kekamar mandi). Apakah ada pertanyaan sebelum kita memulai kegiatan kita?”

Kegiatan inti
Pada kegiatan ini, terapis memberikan pejelasan mengenai masalah psikologis dan kaitannya dengan kemunculan komplikasi. Diantara masalah psikologis yang berpengaruh pada manajemen diri motivasi penderita terhadap pelaksanaan pengelolaan diri penyakit DM. klien diberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan. Kegiatan dilanjutkan dengan sesi sharing mengenai kondisi klien pada saat ini. Selain itu klien menyampaikan mengenai penerimaan terhadap penyakit, dukungan yang diperoleh dari sekitar serta keinginan dalam merawat diri sendiri, langkah yang dilakukan untuk mencegah munculnya komplikasi atau mencegah kambuhnya penyakit jika sudah terjadi komplikasi. Di akhir kegiatan, klien diberikan beberapa tips untuk mencegah munculnya tiga kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya. klien juga membuat komitmen mengenai perilaku sehat dan beberapa cara yang dilakukan untuk mencegah munculnya komplikasi.

Penutup
Terapis menyimpulkan kegiatan yang telah dilaksanakan pada hari tersebut. Terapis juga menyampaikan hasil evaluasi atas hasil yang dicapai oleh klien.

Terminasi
Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan berikutnya.

Sesi 6: Komitmen perubahan. Tujuan yang ingin dicapai pada sesi 6 adalah membantu klien untuk mengevaluasi perilaku yang muncul, membantu klien dalam meempelajari perilaku yang benar dalam memanajemen diri, membantu klien dalam memahami akibat positif yang muncul terkait perilaku sehat yang benar dan membantu klien meningkatkan keinginan untuk berubah. Membantu klien dalam membuat keputusan dan pemecahan maslah sesuai dengan contoh manajemen diri yang baik.

 Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report
Waktu : 90 Menit

Persiapan
Terapis menyampaikan kepada klien bahwa kegiatan ini adalah untuk memberikan dukungan agar klien memiliki komiten berubah.

Kegiatan inti
Klien saling bercerita tentang praktik yang dilakukan berkaitan dengan keterampilan yang telah diajarkan. Klien dan terapis berdiskusi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi di lapangan. Klien juga menceritakan tentang aktivitas yang telah dilakukan sehari-hari. Kegiatan dilanjutkan dengan memberikan pertanyaan kepada klien tentang kesiapan untuk merubah perilaku. Klien mengidentifikasi perilaku yang muncul dalam penyelesaian permasalahan, perilaku perawatan diri serta mendapatkan penjelasan bahwa berubah dalam pola hidup sehat maka akan mendapatkan kondisi yang lebih stabil.
Klien diminta untuk membuat perencanaan tentang perilaku yang hendak dirubah. Perilaku tersebut akan membentuk pola hidup dan penyelesaian masalah yang lebih sehat. Perilaku yang dimunculkan dapat berupa perilaku sederhana namun dapat dilakukan secara rutin dan memiliki dampak positif, misalnya: berjalan 15-20 menit setiap pagi, olahraga ringan saat pagi hari, menambah konsumsi sayur, mengurangi jumlah gula yang masuk, tidak begadang dan mengurangi rokok. Selanjutnya klien menyampaikan apa yang dipelajari pada sesi sebelumnya. Klien kemudian menyampaikan kesesuaian target dengan apa yang telah diperoleh.

Penutup
Terapis menyimpulkan kegiatan yang telah dilaksanakan pada hari tersebut. Terapis juga menyampaikan hasil evaluasi.

Terminasi
Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan berikutnya.

Sesi 7: Evaluasi perilaku. Tujuan yang ingindicapai pada sesi 7 adalah membantu klien untuk mengevaluasi perilaku yang muncul, membantu klien dalam mempelajari perilaku yang benar dalam memanajemen diri, membantu klien meningkatkan motivasi untuk merubah perilaku dan membantu klien meningkatkan keinginan untuk berubah. Melatih klien untuk membentuk perilaku yang mendukung perubahan pola hidup dan pemecahan masalah yang lebih sehat.

Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report
Waktu : 90 Menit

Persiapan
Terapis menyampaikan kepada klien bahwa kegiatan ini adalah untuk memberi dukungan perubahan pada klien.

Kegiatan inti
Klien bercerita tentang praktik yang dilakukan berkaitan dengan keterampilan yang telah diajarkan. Klien juga meceritakan tentang aktivitas yang telah dilakukan sehari-hari. Memasuki tahap evaluasi apa yang telah dipelajari oleh klien. Klien menyampaikan apa yang dipelajari pada sesi sebelumnya. Klien kemudian menyampaikan kesesuaian target dengan apa yang telah diperoleh.
Penutup Terapis menyimpulkan kegiatan yang telah dilaksanakan pada hari tersebut. Terapis juga menyampaikan hasil evaluasi. klien menyampaikan hal positif yang diterima pada hari tersebut dan harapan kedepan.

Terminasi Terapis memberikan kata-kata motivasi kepada klien dan meminta untuk memberikan motivasi kepada diri sendiri. Terapis bersama-sama dengan klien mengucapkan “Kita bisa, hidup sehat dan bahagia!” sebagai motivasi bersama. Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan. Terapis menyampaikan kepada klien untuk pertemuan selanjutnya mengenai tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan berikutnya.
Sesi 8: Evaluasi dan penutup. Tujuan yang ingin dicapai pada sesi 8 adalah mengevaluasi keseluruhan kegiatan yang telah dilaksanakan. Dalam kegiatan ini klien mengevaluasi seluruh kegiatan Bersama dengan terapis. Alat dan Bahan : Alat Tulis, Self Report Waktu : 90 Menit
Persiapan Klien menyampaikan hasil yang telah dicapai dari keseluruhan rangkaiaan kegiatan. Terapis membantu klien untuk mengevaluasi seluruh pencapaian target dalam kegiatan serta praktik di luar sesi.

Kegiatan inti
Klien memberikanevaluasiterhadaphasilyangtelahdicapai. klienjuga menyatakan langkah selanjutnya yang akan dilakukan untuk melanjutkan manajemen diri. Dalam sesi ini, klien diminta untuk membuat komitmen dan kesediaan untuk melanjutkan pertemuan apabila diperlukan untuk membahas permaslahan yang mungkin muncul.

Penutup Terapis menutup kegiatan dan menyampaikan terimakasih atas kesediaan klien. Terapis memberikan kata-kata penyemangat kepada klien untuk terus melaksanakan manajemen diri dengan baik. Setelah kegiatan bersama terapis selesai, maka kegiatan dilanjutkan dengan follow up. Follow up pertama dilakukan dengan memberikan brosur kepada klien untuk berlatih memanajemen diri secara mandiri dan menjadikan brosur sebagai panduan praktik manajemen diri (brosur terlampir). Pada follow-up kedua, klien dievaluasi secara keseluruhan mengenai pelaksanaan manajemen diri mandiri dengan panduan brosur yang diberikan.

Bagaimana mengetahui keberhasilan treatmen? Intervensi ini dikatakan berhasil apabila klien menunjukkan hasil yang cukup baik dalam manajemen diri. Hal tersebut dapat dilihat dari ketetapan klien dalam menjalankan komitmen berubah, dan bagaimana klien dapat menjalankan manajemen diri dengan baik ketika seituasi yang dihadapi sangat memungkinkan klien untuk lengah atau berhenti melakukan manajemen diri, missal saat stress, merasa lelah atau bosan, lingkungan tidak mendukung dsb.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Arundel, F., Cradock, S., TC, S., & Graham, W. (2003). An all day workshop for people newly diagnosed with type 2 diabetes. Journal of Diabetes Nursing, 7(7), 262–264. Retrieved from http://ezproxy.spu.edu/ 
  2. Clark, M. (2002). Lifestyle self-management in patients with type 2 diabetes. J Diabetes Nursing, 6. 
  3. Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (2007). Applied Behavior Analysis. Applied Behavior Analysis, 2(2), 2–46. doi:10.1037/13937-004. 
  4. DiMatteo, M. R. (2004). Social Support and Patient Adherence to Medical Treatment: A Meta-Analysis. Health Psychology, 23(2), 207–218. doi:10.1037/0278-6133.23.2.207. 
  5. Foster, G., Taylor, S. J. C., Eldridge, S. E., Ramsay, J., & Griffiths, C. J. (2007). Self-managementeducationprogrammesbylayleadersforpeoplewithchronic conditions. Cochrane Database of Systematic Reviews (Online), (4), CD005108. doi:10.1002/14651858.CD005108.pub2. 
  6. Grady, P. A., Daley, K., & Gough, L. (2014). The 2013 National Nursing Research Roundtable: Advancing the science of chronic illness self-management. Nursing Outlook, 62(3), 201–203. doi:10.1016/j.outlook.2013.12.001. 
  7. Horne, R., & Weinman, J. (2002). Self-regulation and self-management in asthma: Exploring the role of illness perceptions and treatment beliefs in explaining non-adherence to preventer medication. Psychology and Health, 17(1), 17–32. doi:10.1080/08870440290001502. 
  8. Lorig, K. R., & Holman, H. R. (2003). Self-management education: History, definition, outcomes, and mechanisms. Annals of Behavioral Medicine, 26(1), 1–7. doi: 10.1207/S15324796ABM2601 01.
  9. MacKey, L. M., Doody, C., Werner, E. L., & Fullen, B. (2016). Self-management skills in chronic disease management: What role does health literacy have? Medical Decision Making, 36(6), 741–759. doi:10.1177/0272989X16638330. 
  10. McLeod, S. (2015). BF Skinner: Operant Conditioning. Retrieved from http://www.simplypsychology.org/operant-conditioning.html. 
  11. Miltenberger, R. G. (2008). Behavior modification: Principles and procedures. Newman, B., Buffington, D. M., O’Grady, M. A., Mcdonald, 
  12. M. E., Poulson, L., & Hemmes, N. S. (1995). Self-Management of Schedule Following in Three Teenagers with Autism. Behavioral Disorders, 20(3), 190–196. 
  13. Rotheram-Borus,M.J.,Ingram,B.L.,Swendeman,D.,&Lee,A.(2012). Adoption of self-management interventions for prevention and care. Primary Care,

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel