Makalah Sistem Ekonomi Kapitalis dan Komunis Lengkap

BAB I

EKONOMI KAPITALIS


A. Konsep Umum Sistem Ekonomi Kapitalis


Secara garis besar, pokok permasalahan yang dibahas dalam Sistem ekonomi Kapitalis meliputi tiga hal, yaitu kelangkaan (scarcity), nilai barang (value), dan harga (price). Ketiga pilar pembahasan Kapitalis tersebut di dasar kan pada asumsi bahwa manusia harus memenuhi ke butuhan-kebutuhannya dan keinginan-keinginannya yang tak terbatas, sementara alat pemuas sifatnya terbatas.

1.  Kelangkaan (Scarcity) 

Sistem ekonomi Kapitalis menekankan pembahasan pada kelangkaan dan keterbatasan alat pemuas (goods) berupa barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan manusia. Namun yang menjadi fokus pembahasan mereka hanya barang dan jasa yang sifatnya fisik, seperti barang-barang untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, atau jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan pen  didikan.

Sedangkan kebutuhan yang bersifat maknawi seperti ke butuhan spiritual dan sebagainya, luput dari pem bahasan Sistem ekonomi Kapitalis. Selanjutnya, yang menyebabkan barang dan jasa dapat dianggap sebagai alat pemuas, yaitu manakala barang dan jasa tersebut memiliki utility atau kegunaan secara subyektif.
Artinya, selama barang atau jasa tersebut masih diperlukan oleh sebagian masyarakat dan mampu memberi kepuasan (satisfaction), maka barang dan jasa tersebut dianggap se bagai alat pemuas kebutuhan. Barang dan jasa tersebut harus terus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan.

Pandangan ini memunculkan prinsip di masyarakat Kapitalis, bahwa suatu barang dan jasa itu dianggap me miliki nilai kegunaan ekonomi (utility), meskipun menurut persepsi masyarakat barang dan jasa tersebut membahayakan. Misal nya minuman keras dan pelacuran tetap dianggap memiliki nilai kegunaan ekonomi karena masih di butuhkan oleh sebagian orang dan dianggap bisa memberikan satisfaction. Oleh karena itu barang dan jasa tersebut memiliki legalitas untuk tetap diproduksi.

Berdasarkan prinsip kebutuhan dan kelangkaan ini, maka para pakar ekonomi Kapitalis tidak pernah memperhatikan masalah-masalah yang semestinya harus dijadi kan pijakan oleh masyarakat. Sebaliknya, mereka hanya mem perhatikan obyek pembahasan ekonomi itu dari segi apakah bisa memuaskan kebutuhan atau tidak.

Oleh karena itu perhatian para pakar ekonomi hanya bertumpu pada peningkatan produksi barang-barang dan jasa-jasa. yaitu meningkatkan secara kuantitaif dan kualitatif alat-alat pemuas tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia, tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain. Dengan demikian, Masalah utama dalam sistem ekonomi Kapitalis adalah peningkatan produksi barang untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan menekankan pada pemenuhan kebutuhan masing-masing individu. Karena tujuan utama pembahasan ekonomi adalah mengupayakan pertambahan barang dan jasa, maka pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produk nasional menjadi sangat penting dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi.

Kapitalisme menekankan pembahasan tentang produksi barang dan jasa ataupun pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhinya selalu dibingkai dalam standar nasional. Ukuran kemakmuran pun juga selalu dihitung dalam skala nasional. Biasanya ukuran kemakmuran suatu bangsa dihitung dari tingkat income percapita, yaitu perbandingan antara jumlah produk nasional dengan jumlah penduduk. Jadi, sistem ekonomi Kapitalis mencoba menyelesai kan persoalan kelangkaan tersebut dengan meningkatkan produksi barang-barang dan jasa-jasa serta mengupaya kan terciptanya faktor-faktor produksi untuk mencukupi kebutuhan manusia secara komunal, yaitu dalam standar bangsa atau nasional.
Mereka meyakini bahwa tidak akan mungkin bisa memecahkan kemiskinan absolut (absolute poverty) dan kemiskinan struktural (structural poverty) ke cuali dengan cara meningkatkan jumlah produksi.

2.  Nilai Barang (Value) 

Pokok permasalahan dalam sistem ekonomi Kapitalis se lanjutnya adalah nilai (value) barang. Nilai barang ini terbagi menjadi dua, yaitu nilai guna (utility value) dan nilai tukar (exchange value). 1.  Utility Value  Utility value adalah ukuran kepuasan, mengacu pada sejumlah kepuasan yang diterima oleh konsumen dari aktifitas konsumsi terhadap barang dan jasa.1 Jadi utility value ini merupakan satuan dari suatu barang yang diukur berdasarkan kegunaan terakhir benda tersebut atau kegunaan untuk memenuhi kebutuhan paling rendah, sehingga kepuasan berkonsumsi terpenuhi.

a. Exchange Value  

Exchange value adalah kekuatan tukar suatu barang ter hadap barang lain. Pertukaran tersebut bisa dilakukan secara sempurna apabila ada alat tukar yang dijadikan ukuran untuk barang dan jasa. Oleh karena itu, menurut para pakar Kapitalis, perlu adanya pembahasan tentang nilai, yaitu standar yang dipergunakan untuk meng ukur barang-barang dan jasa-jasa (unit of account), serta untuk membedakan aktifitas yang produktif dan non-produktif.
Keberadaan nilai ini urgen karena pada kenyataannya produksi tidak hanya berfungsi meng atasi permasalahan-permasalahan konsumsi, namun sebagian orang telah melakukan pertukaran produksi satu dengan produksi lainnya.

Exchange value ini diwakili oleh uang. Selanjutnya, pertukaran barang dengan uang ini kemudian disebut sebagai harga (price). Jadi harga adalah nilai tukar (exchange value) barang yang dinyatakan dengan uang. Hal ini tentu saja membawa konsekwensi munculnya inflasi dan deflasi, meskipun exchange value nya tetap.

2. Harga (Price) 

Seperti pada pembahasan sebelumnya, harga merupa  kan nilai tukar barang yang dinyatakan dengan uang. Atau dengan kata lain, harga adalah sejumlah pembayaran atau kom pensasi yang diberikan atas didapatkanya barang atau jasa. Harga ini tidak identik dengan nilai tukar barang. Oleh karena itu, pada saat yang bersamaan bisa jadi terjadi inflasi dan bisa jadi terjadi deflasi, sementara nilai tukar barang tidak berubah. Jadi harga merupakan nilai barang yang ter kait dengan uang saja, yang rentan terhadap inflasi dan deflasi.

Dalam sistem ekonomi Kapitalis, harga memiliki pengaruh yang dominan dalam supply and demand. Demikian juga harga memiliki kekuatan dalam menentukan tingkat produksi dan konsumsi. Mereka menyebut hal ini dengan struktur harga atau mekanisme harga. Masyarakat akan membelanjakan pendapatan mereka sesuai dengan kriteria barang dan jasa yang mereka butuhkan. Sehingga harga juga sekaligus sebagai penentu distribusi selain sebagai pen dorong produksi dan konsumsi.
Karena harga sebagai pendorong produksi, mening katkan konsumsi dan penentu distribusi, maka aktifitas ekonomi semuanya bermotif materi. Aktifitas manusia yang bermotif moral dan spiritual dinegasikan dari kegiatan ekonomi. Sebaliknya, jika suatu aktifitas spiritual yang ber motif ekonomi, maka itu dianggap sebagai kegiatan ekonomi.

3.  Kritik Atas Kapitalisme 

Setelah mengupas konsep sistem ekonomi Kapitalis, maka dapat kita pahami beberapa kesalahan dan kerancuan dari sistem tersebut, antara lain;

1. Sistem ekonomi Kapitalis telah menyatukan persoal an produksi dan konsumsi dengan persoalan distribusi. Akibatnya distribusi sepenuhnya dikendalikan oleh me kanisme antara permintaan dan penawaran atau sering disebut mekanisme pasar secara mutlak.

Disinilah terjadi marginalitas dalam proses produksi dan konsumsi. Bahkan marginalitas tersebut bersifat mutlak. Maka tidak heran jika muncul istilah to product, to product and to product. Karena memang kenyataannya, produk ter sebut dapat dinikmati oleh sebagian orang. Namun pada saat yang sama muncul jutaan orang yang hanya bisa bermimpi memiliki produk tersebut, karena secara materi ia termasuk kelompok yang termarginalkan dari kemampuan berkonsumsi. Implikasinya, karena dorongan hawa nafsu, maka muncul kejahatan, seperti pen curian, perampokan, korupsi dan lain-lain serta muncul dekadensi moral, seperti pelacuran, suap, dan lain-lain.

2. Sistem ekonomi Kapitalis membatasi persoalan ekonomi pada kebutuhan yang bersifat materi. Padahal secara fakta, kebutuhan manusia juga meliputi kebutuhan moral dan spiritual. Mereka tidak pernah memper hatikan masalah-masalah yang semestinya harus di jadikan pijakan masyarakat, seperti ketinggian moral dan ketinggian spiritual. Oleh karena itu mem produksi minuman keras dan menyediakan lahan bagi pelacuran merupakan kegiatan ekonomi yang bisa dilakukan karena masih ada sebagian dari masyarakat yang membutuhkan benda dan jasa tersebut. Sistem ekonomi seperti ini jelas sekali merendahkan harkat dan martabat manusia. 

Seandainya sebagian dari pelaku ekonomi tidak me lakukan penipuan, maka semata-mata itu untuk men cari keuntungan dalam bisnisnya. Santunan kepada fakir miskin dilakukan agar mendapatkan simpatik sehingga tidak melakukan penjarahan, dan sebagainya. Jadi, standar utama sistem ekonomi Kapitalis ini adalah azas manfaat. Selama itu membawa manfaat, maka dapat dilakukan sebagai kegiatan ekonomi.

3. Sistem ekonomi Kapitalis lebih mengarahkan peningkatan kekayaan negara secara total dan memperoleh tingkat produksi setinggi-tingginya. Mereka menekankan pada pertambahan pen
dapatan  nasional dan naiknya jumlah produksi suatu negara. Oleh karena itu sistem ini memberi kebebasan seluas luasnya kepada anggota masyarakat untuk bekerja, memproduksi barang dan jasa (termasuk sektor haram), dan mengumpulkan kekayaan tersebut sebanyak-banyaknya. Jadi, ekonomi dalam sistem ekonomi Kapitalis bukan dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan tiap-tiap individu, namun terpenuhinya kebutuhan secara kolektif dengan cara menaikkan produksi dan bertambanhnya pendapatan nasional.
Akibatnya, sebagian kelompok masyarakat yang mempunyai faktor-faktor produksi atau dekat dengan kekuasaan untuk mendapatkan akses faktor produksi, mereka dapat menguasai perekonomian, se mentara yang lain tidak.

Dengan model distribusi kekayaan seperti ini, maka akan tercipta kesenjangan di masyarakat. Istilahnya, yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin menderita.

4. Sistem ekonomi Kapitalis menempatkan pembahas an kemiskinan (poverty) berdasarkan kemiskinan negara. Maka mereka mengklasifikasikan negara-negara dengan klasifikasi negara maju, negara berkembang dan negara miskin. Dengan asumsi negara miskin dan negara berkembang, biasanya mereka di’paksa’ untuk mene rima ‘bantuan’ berupa hutang dari International Monetary Fund (IMF) atau juga dari World Bank. Dengan hutang tersebut, diharapkan tingkat produksi negara akan bertambah. Padahal dengan bertambahnya hutang, justru akan semakin membebani masyarakat di negara tersebut. Pasalnya, mekanisme hutang yang diguna kan untuk pembangunan tersebut rawan sekali terhadap kebocoran, artinya tidak semua dana tersebut digunakan untuk pembangunan, namun justru sering dikorupsi oleh pejabat negara atau pihak-pihak yang terkait.

Sementara itu rakyat secara tidak langsung terbebani membayar hutang tersebut plus bunganya.    Selain itu, sebenarnya meningkatnya tingkat produksi di suatu negara tidak menjamin terpenuhinya secara merata kebutuhan setiap warga negara nya. Artinya, dalam sistem ini terpecahkannya masalah ke  miskinan bukan jaminan pemecahan masalah ke miskinan setiap individu masyarakat. Sebaliknya, dengan terpecahkannya masalah kemiskinan individu dan terdistribusikannya kekayaan negara yang justru akan mendorong rakyat serta warga negara untuk be kerja mening katkan pendapatan nasional.

5.  Teori scarcity yang dianggap sebagai masalah utama dalam sistem ekonomi Kapitalis tidaklah tepat. Sebab, hakikatnya kebutuhan yang harus dipenuhi secara pasti adalah kebutuhan primer individu, bukan kebutuhan sekunder atau tersier. Sedangkan kebutuhan lanjutan seperti sekunder dan tersier akan terjadi sendirinya manakala aktifitas ekonomi bertambah dan velocity of money dapat berjalan dengan teratur.

6.  Kemiskinan (baik absolute poverty maupun structural poverty) yang menuntut dipecahkan adalah kemiskinan masing-masing anggota masyarakat, bukan kemiskin an negara. Oleh karena itu persoalan ini tidak bisa di selesaikan hanya dengan to product, to product and to product, namun dengan pendistribusian kekayaan berupa kemudahan akses faktor produksi ke tengah-tengah masyarakat.

7.  Harga merupakan satu-satunya pendorong produksi tidaklah tepat. Karena ternyata banyak upaya yang di lakukan oleh manusia bukan semata mata untuk materi, namun untuk keperluan yang lain, seperti spiritual, ke banggaan, moral dan sebagainya.


BAB II
KONSEP UMUM SISTEM EKONOMI SOSIALIS / KOMUNIS


Secara garis besar, sistem ekonomi Sosialis membangun perekonomiannya berdasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu mewujudkan kesamaan (equality) secara riil, meng hapus kepemilikan individu secara keseluruhan atau se bagian, dan mengatur produksi dan distribusi secara kolektif. Dari ketiga prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

A.  Equality Equality 

Equality Equality adalah prinsip yang paling menonjol pada sistem ekonomi Sosialis, yaitu prinsip mewujudkan kesamaan ekonomi di masyarakat.

Hanya saja terdapat perbedaan pendapat di kalangan pe ngikut sistem Sosialis ini, yaitu setidaknya perbedaan mereka terbagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama berpendapat bahwa dalam hal harta benda, mereka harus mendapat pembagian yang sama dengan lainnya.

Sedang kan kelompok kedua berpendapat bahwa pembagian kerja harus dilakukan menurut kemampuan tiap orang dan pembagian hasilnya dilakukan menurut ke butuhan masing-masing.

Kelompok ketiga berpendapat bahwa kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan faktor-faktor produksi. Karena tidak memung kinkan membagi harta benda secara sama kepada semua masyarakat, maka yang paling memungkinkan adalah pembagian yang sama pada faktor-faktor produksi.

B.  Penghapusan Pemilikan Individu 

Pada persoalan penghapusan pemilikan individu pun juga terdapat beberapa aliran dan golongan. Diantara mereka mempunyai pendapat yang berbeda tentang penghapusan pemilikan individu.

Kelompok pertama berpendapat bahwa pemilikan individu harus dihapuskan sama sekali (Komunis). Kelompok kedua berpendapat bahwa pemilikan individu yang berkaitan dengan barang-barang produkti atau capital yang harus di hapuskan, seperti tanah, industri, pertambangan dan sebagainya (Sosialis Kapitalis). Implikasi dari pendapat ini, maka mereka dilarang memiliki pabrik, memiliki rumah yang disewakan, memiliki gilingan padi, dan sebagainya.

Kelompok ketiga berpendapat bahwa yang dihapus ke pemilikannya hanyaklah kepemilikan faktor produksi tanah karena hal itu merupakan faktor produksi yang paling utama (Sosialis Pertanian). Ada juga yang berpendapat bahwa negara harus membatasi kepemilikan dengan cara menetapkan peraturan yang ketat tentang sewa dan batas terendah untuk upah (Sosialis Negara).

C.  Produksi dan Distribusi Kolektif 

Untuk mewujudkan kemakmuran, maka tentu melibat kan produksi dan distribusi. Diantara mereka pun berbeda pendapat dalam menentukan berbagai sarana untuk menciptakan tujuan per ekono- mian dalam hal produksi dan distribusi ini. Kelompok Sosialis Kapitalis berpendapat bahwa pengaturan produksi dan distribusi - diserahkan ke pada negara.

Sementara kelompok yang lain berpendapat bahwa produksi dan distribusi mestinya diatur oleh sekelompok pekerja yang terorganisir.
Sementara itu Karl Marx hadir dengan teori Dialektika berdasar pada filsafat materialisme historis. Dia mengutip pendapat David Ricardo yang menyatakan bahwa nilai suatu barang sangat tergantung kepada biaya produksinya. Selanjutnya dia mengklaim bahwa pemilik modal dalam sistem Kapitalis telah membeli tenaga pekerja dengan harga yang sangat murah, sekedar untuk bisa hidup. Padahal para pekerja tersebut telah mencurahkan tenaganya untuk meng hasilkan barang-barang yang nilainya jauh melebihi upah yang diberikan kepada para pekerja. Jadi telah terjadi nilai lebih tenaga kerja atau surplus labor and value. Karena itu dia menyarankan adanya undang-undang perekonomian yang sesuai dengan hukum dialektika dalam masyarakat tanpa intervensi dari pihak pembuat hukum atau pihak pemilik modal.

D.  Kritik atas Sosialisme/Komunisme 

Terdapat beberapa kesalahan mendasar dari sistem ekonomi Sosialis, antara lain;

  1. Menciptakan equality adalah sesuatu yang tidak mungkin. Hal ini karena secara fitrah, manusia memiliki tingkat kekuatan akal dan kekuatan fisik yang berbeda. Hal ini berimplikasi pada tingkat kebutuhan yang berbeda-beda pula. Seandainya diterapkan the iron law of oligarchy pun, maka mereka tetap tidak mungkin sama dalam menggunkan capitalnya untuk aktifitas pro duksi dan pemanfaatannya. 
  2. Menghapuskan pemilikan individu juga sesuatu yang tidak mungkin. Hal ini karena kepemilikan merupakan fitrah setiap manusia dan akan terus melekat pada diri manusia. 
  3. Penghapusan kepemilikan secara parsial juga tidak bisa dibenarkan jika cara penghapusannya dengan cara membatasi jumlah serta perampasan jika melebihi batas maksimal. Tentu hal ini berbeda dengan pembatasan mekanisme untuk mendapatkan harta, maka hal seperti itu tentu dpat diterima demi kemashlahatan bersama.
  4. Pengaturan produksi dan distribusi dengan menciptakan permusuhan kelas 2 juga tidak bisa dibenarkan karena bisa jadi mereka saling mendukung satu dengan yang lainnya. Justru yang harus dikendalikan adalah bagai mana agar tidak terjadi eksploitasi dengan cara me ne tapkan kesepakatan-kesepakatan khusus yang bisa di terima oleh kedua belah pihak. Atau dalam istilah lain harus ada kejelasan aqad.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel